Selasa, 15 Maret 2011

GANGGUAN KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN

BAB I

PENDAHULUAN
A.1. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT
Untuk memenuhi harapan individu, keluarga, dan masyarakat seorang perawat perlu mempunyai kualifikasi tertentu yang mempunyai efek penyembuhan (terapeutik). Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan teraupetik karena komunikasi dapat mempengaruhi perilaku orang lain sehingga hubungan perawat – klien tidak akan tercapai bila komunikasi tersebut tidak lancer atau malah tidak ada komunikasi.
Menurut As hornby (1974) terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Mampu terapeutik berarti seseorang mampu melakukan atau mengkomunikasikan perkataan, perbuatan, atau ekspresi yang memfasilitasi proses penyembuhan.

A.2. Tujuan komunikasi terapeutik.
Kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatnya kehormatan diri. Identitas pribadi yang jelas dan meningkatnya integritas pribadi. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan, hubungan interpersonal, dengan kapasitas memberi dan menerima cinta. Mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan yang memuaskan dan mencapai tujuan pribadi yang realistic.
Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan dirinya sendiri. Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa “human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagiandari kepribadian.
A.3. Tehnik komunikasi terapeutik.
Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik berkomunikasi yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutamapenggunaan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920), yaitu:
1.Mendengarkan dengan penuh perhatian
Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan:

 Pandang klien ketika sedang bicara
 Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan
 Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan.
 Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
 Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik.
 Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
2.Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang
 Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
 Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.
 Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.
 Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran klien. Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa yang anda ucapkan.” (cocok 1987).
3.Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.
4.Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode ono, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.
5.Klarifikasi
Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
6.Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.
7.Menyampaikan hasil observasi
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
8.Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
9.Diam
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan . 10.Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
11.Memberikan penghargaan
Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”. Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat dapat mengatakan demikian.”
12.Menawarkan diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
13.Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topic pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannanya dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
14.Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan
15.Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.
16.Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.
17.Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
B.1. Gangguan sensoris
Pada dasarnya gangguan sensoris bisa dibagi menjadi :
1.Gangguan pada Pusat Nervous yang terkait dengan fungsi sensoris dalam komunikasi :
 Brocca / Brodmann’s area : Pusat pendengaran
 Girus Angularis : Memproses kata – kata diubah dalam bentuk audisi
 Area Werniecke : Pengolah secara komprehensip audio visual
2.Gangguan pada Nervous cranial yang terkait dengan fungsi komunikasi (Sensoris ) terutama N. II dan N. VIII
3.Gangguan sensori persepsi : Misalnya pada klien dengan Hallusinasi/Illusi
4. Klien dengan penurunan kesadaran.
5.Klien Autis , Klien Mental retardate
B.2. Indra penglihatan sebagai penerima pesan
Kemampuan individu untuk melihat dimungkinkan oleh sistem organ yang disebut mata. Sistem ini terdiri atas organ-organ yang menerima dan memfokuskan cahaya yang masuk kedalam mata, sel-sel reseptor penglihatan yang menangkap bayangan, yang disebut fotoreseptor dan serabut saraf (nervus optikus) yang membawa input sensori dari fotoreseptor menuju ke otak untuk dipersepsi oleh otak.
Mekanisme penerimaan sinar hingga dapat dipersepsi adalah sebagai berikut : sinar yang dipantulkan kedalam bola mata akan diterima, secara berurut, melalui kornea, melewati lubang pupil (sebagai pengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk, lensa mata, korpus viterius, dan akhirnya diterima oleh retina pada fovea sentralis). Media yang dilalui cahaya sebelum jatuh pada retina disebut media retraksi. Selanjutnya sinar yang telah jatuh ke retina akan ditangkap oleh sel-sel konus dan sel basili yang selanjutnya dihantarkan menuju otak sebagai impuls saraf. Hasil penerimaan rangsang saraf ini kemudian dibawa ke otak untuk dipersepsikan sebagai citra (gambaran) dalam persepsi manusia.







BAB II

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal : kornea, lensa mata, kekeruhan humor viterus, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengarn dan sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain. Sebagai contoh, ketika melakukan orientasi ruang perawatan, klien harus mendapat keterangan yang memvisualisasi kondisi ruang rawat secara lisan, misalnya dengan menerangkan letak meja dan kursi, menerangkan berapa langkah posisi tempat tidur dari pintu, letak kamar mandi, dan sebagainya.
Berikut adalah tehnik-tehnik yang perlu diperhatiakn selama berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan :

1.Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika anda berada didekatnya.
2.Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
3.Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
4.Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum melakukan sentuhan pada klien.
5.Informasikan kepada klien ketika anda akan meninggalkanya / memutus komunikasi.
6.Orientasikan klien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.
7.Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke lingkungan / ruangan yang baru.

Agar komunikasi dengan orang dengan gangguan sensori penglihatan dapat berjalan lancar dan mencapai sasarannya, maka perlu juga diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1.Dalam berkomunikasi pertimbangkan isi dan nada suara
2.Periksa lingkungan fisik
3.Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi
4. Komunikasikan pesan secara singkat
5. Komunikasikan hal-hal yang berharga saja.
6.Dalam merencanakan komunikas, berknsultasilah dengan pihk lain agar memperoleh dukungan.

Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan sensori penglihatan, perawat dituntut untuk menjadi komunikator yang baik sehingga terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara perawat dan klien, untuk itu syarat yang harus dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan sensori penglihatan adalah :

1.Adanya kesiapan artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan saluarannya harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
2. Kesungguhan artinya apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
3.Ketulusan artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada indiviu lain pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk sipasien.
4.Kepercayaan diri artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri maka hal ini akan sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
5.Ketenangan artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan disampaikan, perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing emosi pasien, karena dengan adanya ketenangan maka iinformasi akan lebih jelas baik dan lancar.
6.Keramahan artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi penerima.
7.Kesederhanaan artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan jelas maka akan memberikan kejelasan informasi dengan baik

BAB III

KESIMPULAN


Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memrlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.

Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

Berbagai tehnik komunikasi dapat digunakan dalam berkomunikasi, untuk ini perlu dikuasai tehnik komunikasi dengan tepat. Tujuan dalam tehnik komunikasi adalah dalam rangka memperoleh hasil atau efek yang sebesar-besarnya, sifatnya tahan lama atau mungkin bersifat abadi. Jika suatu komunikasi dapat mengubah suatu perilaku kepercayaan dan sikap seseorang atau pasien, maka perubahan tersebut diharapkan dapat benar-benar langgeng atau dapat tahan lama.

Jika kondisi-kondisi seperti di pembahasan dapat diujudkan dengan baik dan persyaratan-persyaratan juga dipenuhi, maka komunikasi dengan orang yang mempunyai gangguan sensori penglihatan akan terjadi dengan baik. Jika diterapkan dalam dunia kedokteran atau keperawatan maka pasien dengan gangguan sensori penglihatan akan merasa puas, tidak ada keluhan dan memberikan persahabatan serta penyembuhan lebih cepat, disamping itu tenaga medis dan paramedis akan merasa puas karena dapat memberikan pelayanan yang baik dan penyembuhan.
















DAFTAR PUSTAKA


Intansari Nurjanah. (2001), Hubungan terapeutik perawat dan klien kualitas pribadi sebagai sarana. Yogyakarta: PSIK Fakultas Kedokteran UGM.

Bagian Keperawatan Jiwa-Komunitas FIK-UI. (1998), Kumpulan Makalah pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Kiat Komunikasi Terapeutik. Tidak Dipublikasikan.

Kariyoso. (1994), Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat. Jakarta: EGC.

Ns. Anas Tamsuri, Skep. (2006), Buku Saku Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Widjaja, A.W.. (2000), Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Http://Bandono.web.id. (2007), Makalah Komunikasi Dalam Keperawatan Website, Bandung: Blogspot.

Http://Anismahmudi.blog.com. (2007), Tehnik-Tehnik Dalam Komunikasi Gangguan Persepsi Sensori, Jakarta: Blogspot.
Diposkan oleh MAS OI......!!!!!!! di 01.42

Baca Selengkapnya......

  © Blogger templates The Professional Template and Copyright 2009 Http://duniaartikelpendidikan.blogsot.com 2009 ---------By suhartono (Email : suhartono_unm20@yahoo.com and FB : thono_jhoe_unm) --------

Back to TOP